Menyusun Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report/SR) pada dasarnya sederhana. Pelaporan keberlanjutan intinya adalah tentang bagaimana sebuah perusahaan menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis dan tanggung jawab sosial serta lingkungannya. Perusahaan pelapor cukup fokus pada tiga aspek utama: lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Untuk memulai, perusahaan dapat mengidentifikasi tindakan-tindakan spesifik yang telah dilakukan dan mencatat hasil yang telah dicapai. Dengan mengikuti panduan sederhana dan terstruktur, penyusunan sustainability report menjadi lebih mudah, efektif, dan memberikan dampak yang berarti.
Untuk melaporkan ini semua memang dibutuhkan transparansi. Hingga titik ini, penyusunan SR seharusnya masih simpel. Kecuali jika perusahaan sedang berusaha menutupi sesuatu, sementara “sesuatu” tersebut adalah topik yang dituntut untuk diungkapkan dalam SR. Itu lain cerita. Selama perusahaan memiliki niat baik, tak ada yang rumit dalam pelaporan keberlanjutan.
Yang mungkin membuatnya menjadi tak sederhana adalah berbagai persyaratan yang digariskan panduan penyusunan laporan seperti GRI Standards. Apalagi jika manajemen menghendaki penyusun SR adalah penulis bersertifikat dan mendapatkan penjaminan (assurance) dari lembaga eksternal. Kerumitan pun tak hanya seputar penyusunan laporan, tapi juga biaya yang dibutuhkan. Hanya perusahaan besar yang tak akan memandangnya sebagai beban.
Perlu diketahui, memenuhi framework seperti GRI Standards, TCFD, atau SASB tidaklah wajib. Atau setidaknya belum. Jika framework dianggap memberatkan, sebetulnya hanya panduan SE-OJK 16 tahun 2021 yang wajib dipatuhi. Itu pun SE-OJK relatif lebih mudah dipenuhi ketimbang beberapa framework global tadi.
Namun masalahnya, dorongan untuk mengikuti framework bereputasi internasional bukan tanpa alasan yang kuat. Ada beberapa kondisi yang membuat perusahaan sulit menghindari panduan global seperti GRI Standards.
Salah satunya adalah permintaan investor yang mensyaratkan perusahaan menerbitkan SR yang disusun berdasarkan GRI Standard misalnya. Pemodal multinasional tentu membutuhkan laporan standar, sehingga memudahkan mereka untuk membaca dan menilai laporan yang diterbitkan perusahaan. Dengan mematuhi GRI Standards, penyajian data laporan keberlanjutan menjadi konsisten dan dapat dibandingkan di seluruh industri dan wilayah geografis.
Panduan seperti GRI Standards juga menuntut tingkat transparansi tinggi dalam pelaporan. Sehingga SR berstandar GRI cenderung lebih dipercaya investor. Demikian pula bagi pemangku kepentingan lain, yang akhirnya meningkatkan reputasi perusahaan.
Mengikuti kerangka kerja juga memberikan keuntungan strategis. Data yang terstruktur dengan baik, misalnya, dapat membantu perusahaan dalam pengambilan keputusan. Di masa depan, perusahaan yang rutin menyusun SR berbasis framework akan lebih siap dalam menghadapi tantangan keberlanjutan dan tuntutan regulasi yang kian ketat.
Persoalan sulit menerapkan framework yang diakui internasional sebenarnya tak perlu menjadi masalah besar. Sebab secara teknologi, hal tersebut bisa dengan mudah teratasi. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).
AI memiliki kemampuan untuk memproses data dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi, serta dapat menganalisis dan mengolah informasi yang dibutuhkan untuk menyusun SR sesuai framework yang berlaku. Dengan memanfaatkan teknologi AI, perusahaan dapat menyederhanakan proses penyusunan SR, bahkan jika mereka tidak memiliki ahli keberlanjutan di dalam timnya.
Salah satu platform yang menyediakan teknologi penyusunan SR ini adalah Reporthink.AI. Tidak hanya sekadar melaporkan kinerja keberlanjutan, Reporthink.AI juga menyusun laporan tersebut sesuai dengan panduan GRI Standards dan SE-OJK 16 Tahun 2021. Dalam proses pengembangannya, Reporthink.AI dibantu oleh sejumlah penulis SR bersertifikat GRI Standards.
Cukup dengan mengunggah data-data perusahaan sebagai material, Reporthink.AI akan menyusun dan menyajikannya sebagai SR utuh. Jika data yang diunggah belum lengkap, Reporthink.AI akan memberikan status setiap bagian yang perlu dilengkapi.
Laporan yang dihasilkan juga sudah termasuk dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris. Bahkan, jika membutuhkan translasi ke lebih banyak bahasa, pengguna bisa menggunakan add-ons untuk mewujudkannya. Yang jelas, proses yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan, kini dapat diselesaikan hanya dalam hitungan jam.
Reporthink.AI tidak hanya menawarkan efisiensi dan biaya yang lebih hemat, tetapi juga berperan dalam mengakselerasi transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan. Dengan menggunakan teknologi AI, Reporthink.AI berhasil membuka pintu bagi perusahaan untuk menyusun SR tanpa hambatan finansial atau teknis yang berlebihan. Dengan menjaga pelaporan keberlanjutan tetap sederhana, perusahaan juga bisa fokus pada hal-hal substantif dan strategis. Bukan malah sibuk memenuhi syarat dari sebuah panduan.
Dengan memanfaatkan Reporthink.AI, perusahaan tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga turut berkontribusi pada transformasi industri yang lebih berkelanjutan. Kehadiran teknologi ini diharapkan menjadi pendorong bagi perusahaan untuk berani melangkah lebih jauh dalam menghadapi tantangan keberlanjutan global.
Reporthink juga percaya melaporkan kinerja keberlanjutan adalah hak semua perusahaan, bukan hanya mereka yang berskala besar. Semua pihak, seluas mungkin, harus memiliki akses yang setara untuk untuk memperkuat posisi perusahaan di mata investor, konsumen, dan pemangku kepentingan lainnya. Karena menerbitkan pelaporan keberlanjutan memang bukan sekadar memenuhi kewajiban, melainkan sebuah kesempatan strategis perusahaan untuk ikut berkontribusi dalam menciptakan masa depan yang lebih lebih baik.